Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Misteri Teori Fisika Hawking, Mengungkap Perjalanan Isra Rasulullah SAW

Salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah diperjalankannya beliau oleh Allah SWT melalui peristiwa Isra’ Mi’raj. Banyak yang coba mengungkapkan peristiwa tersebut secara ilmiah, salah satunya melalui Teori Fisika paling mutahir, yang dikemukakan oleh Dr. Stephen Hawking.
      


Stephen Hawking

Teori Lubang Cacing

Raksasa di dunia ilmu fisika yang pertama adalah Isaac Newton (1642-1727) dengan bukunya : Philosophia Naturalis Principia Mathematica, menerangkan tentang konsep Gaya dalam Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak.

Kemudian dilanjutkan oleh Albert Einstein (1879-1955) dengan Teori Relativitasnya yang terbagi atas Relativitas Khusus (1905) dan Relativitas Umum (1907).

Dan yang terakhir adalah Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari 1942), beliau dikenal sebagai ahli fisika teoritis.

Dr. Stephen Hawking dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama sekali karena teori-teorinya mengenai tiori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan tulisan-tulisan topnya di mana ia membicarakan teori-teori dan kosmologinya secara umum.

Tulisan-tulisannya ini termasuk novel ilmiah ringan A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut, suatu periode terpanjang dalam sejarah.

Berdasarkan teori Roger Penrose :
“Bintang yang telah kehabisan bahan bakarnya akan runtuh akibat gravitasinya sendiri dan menjadi sebuah titik kecil dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, sehingga menjadi sebuah singularitas di pusat lubang hitam (black hole).“

Dengan cara membalik prosesnya, maka diperoleh teori berikut :

Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu, penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar (kiamat) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.

Dalam kondisi singularitas awal jagat raya, Teori Relativitas, karena rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga akan menghasilkan besaran yang tidak dapat diramalkan.

Menurut Hawking bila kita tidak bisa menggunakan teori relativitas pada awal penciptaan “jagat raya”, padahal tahap-tahap pengembangan jagat raya dimulai dari situ, maka teori relativitas itu juga tidak bisa dipakai pada semua tahapnya.

Di sini kita harus menggunakan mekanika kuantum. Penggunaan mekanika kuantum pada alam semesta akan menghasilkan alam semesta “tanpa pangkal ujung” karena adanya waktu maya dan ruang kuantum.

Pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak bisa melompat ke masa lalu atau masa depan.

Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan.

Ilustrasi Lubang Cacing

Hal ini bermakna, masa depan dan kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke manapun di seluruh alam semesta dengan seketika. Jadi dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa diubah, sudah jadi sejak diciptakannya.

Dalam bahasa ilmu kalam :
“Tinta takdir yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh air yang ada di tujuh samudera di bumi telah habis dituliskan di Lauhul Mahfudz pada awal penciptaan, tidak tersisa lagi (tinta) untuk menuliskan perubahannya barang setetes.”

Menurut Dr. H.M. Nasim Fauzi, sesuai dengan teori Stephen Hawking, manusia dengan waktu nyatanya tidak bisa menjangkau masa depan (dan masa silam).

Tetapi bila manusia dengan kekuasaan Allah, bisa memasuki waktu maya (waktu Allah) maka manusia melalui “lubang cacing” bisa pergi ke masa depan yaitu masa kiamat dan sesudahnya, bisa melihat masa kebangkitan, neraka dan shiroth serta bisa melihat surga kemudian kembali ke masa kini, seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, sewaktu menjalani Isra’ dan Mi’raj.

                    Dari sinilah Rasulullah SAW diperjalankan oleh Allah SWT ke langit.

Sebagaimana firman Allah :
Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal . . .
(QS. An Najm / 53:13-15)

Nampaknya dalam mengungkap Perjalanan Isra, Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”-nya, sama logisnya dengan Teori Menerobos Garis Tengah Jagat Raya namun meskipun begitu, teori Hawking, tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.

Seandainya benar, Rasulullah diperjalankan Allah melalui “lubang cacing” semesta, seperti yang diutarakan oleh Dr. H.M. Nasim Fauzi, harus diingat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan lintas alam, yakni menuju ke tempat yang kelak dipersiapkan bagi umat manusia, di masa mendatang (surga).

Rasulullah dari masa ketika itu (saat pergi), berangkat menuju surga, dan pada akhirnya kembali ke masa ketika itu (saat pulang).

Dan dengan mengambil teladan peristiwa Isra, kita bisa ambil kesimpulan :
1. Manusia dengan kekuasaan Allah, dapat melakukan perjalanan lintas alam, untuk kemudian kembali kepada waktu normal.

2. Manusia yang melakukan perjalanan ke masa depan, namun masih pada ruang dimensi alam yang sama, tidak akan kembali kepada masa silam (mungkin sebagaimana terjadi pada Para Pemuda Kahfi).

3. Manusia sekarang, ada kemungkinan dikunjungi makhluk masa silam, tetapi mustahil bisa dikunjungi oleh makhluk masa depan. Hal ini semakin mempertegas, semua kejadian di masa depan, hanya dipengaruhi oleh kejadian di masa sebelumnya.

WaLLahu a’lamu bisshawab…
Sumber :
sumber : http://www.apakabardunia.com/2011/06/teori-fisika-hawking-mengungkap.html





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kekuatan Mengagumkan `Lubang Hitam` Raksasa Tertangkap Kamera

Salah satu pemandangan paling megah di alam semesta tertangkap teleskop ultra-kuat yang dipasang di Chile. 2 Tim astronom internasional menangkap gambar menakjubkan black hole alias lubang hitam kuno 'memakan' materi dalam jumlah besar. Dalam proses yang sulit dimengerti orang awam.

Lubang hitam merupakan sebuah pemusatan massa yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar. Gaya gravitasi yang sangat besar ini mencegah apa pun lolos darinya. Tak ada sesuatu pun, termasuk radiasi elektromagnetik yang dapat lolos dari gravitasinya, bahkan cahaya hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya -- kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Bahkan black hole kerap disebut bisa memicu kiamat.

Foto-foto baru tersebut diambil European Southern Observatory menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) -- rangkaian teleskop terbesar di dunia yang berbasis darat.

Gambar-gambar yang dihasilkan menunjukkan, pancaran dari black hole berukuran besar di pusat-pusat galaksi. Dari situ, para ilmuwan mengamati bagaimana mereka bisa mempengaruhi lingkungan sekitar.

Ada lubang hitam supermasif --dengan massa hingga beberapa miliar massa matahari-- di pusat hampir semua galaksi di alam semesta, termasuk galaksi kita sendiri, Bima Sakti (Milky Way).

Jauh di masa lalu, obyek-obyek aneh itu sangat aktif, menelan  jumlah besar materi dari sekitarnya, bersinar cemerlang menyilaukan, dan mengenyahkan pecahan materi melalui pancarannya yang sangat kuat.

Saat ini, sebagian besar black hole raksasa kurang aktif ketimbang di masa awal pembentukan mereka. Tapi, interaksi antara pancaran lubang hitam dan lingkungan mereka masih membentuk evolusi galaksi.

Dua studi yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, Astronomy & Astrophysics, menggunakan ALMA untuk menyelidiki pancaran lubang hitam pada skala yang sangat berbeda: black hole yang relatif dekat dan tenang di galaksi yakni NGC 1433, dan sangat jauh tapi aktif aktif yang disebut PKS 1830-211.

"ALMA telah mengungkap struktur spiral yang mengejutkan pada molekul gas di dekat pusat  NGC 1433," kata Francoise Combes  dari Observatoire de Paris, Prancis, yang menjadi pemimpin studi pertama, seperti dimuat Daily Maill, 16 Oktober 2013.


Ini menjelaskan bagaimana materi mengalir dan menjadi bahan bakar lubang hitam. "Dengan pengamatan baru tajam dari ALMA , kami telah menemukan sebuah pancaran material yang mengalir dari black hole, hingga sejauh 150 tahun cahaya. Ini adalah aliran molekul terkecil yang pernah diamati di galaksi eksternal."

Sementara, Ivan Marti - Vidal dari Swedia dan timnya mengamati lubang hitam yang lebih terang dan lebih aktif di masa-masa awal alam semesta..

Dari waktu ke waktu, lubang hitam supermasif tiba-tiba menelan sejumlah besar massa, yang meningkatkan kekuatan pancaran dan meningkatkan radiasi sampai ke energi yang sangat tinggi . Dan ALMA kebetulan menangkap hal seperti itu pada PKS 1830-211. (Ein/Ism)

sumber :http://news.liputan6.com/read/722226/kekuatan-mengagumkan-lubang-hitam-raksasa-tertangkap-kamera#

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ditemukan, Pusaran Air Setara `Black Hole` di Samudera Atlantik


Ia tak terlihat namun para astronom yakin akan keberadaannya: lubang hitam atau black hole di angkasa luar.Black hole adalah pemusatan massa yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi luar biasa besar yang menarik segala sesuatu di dekatnya. Tak ada yang bisa lolos, cahaya sekali pun. Dan kini, para ilmuwan menemukan fitur mirip lubang hitam di Bumi. Tepatnya di selatan Samudera Atlantik. Apakah itu?
          Para ilmuwan dari  ETH Zurich dan University of Miami berpendapat, sejumlah pusaran laut terbesar di wilayah ini secara matematis setara dengan lubang hitam misterius di angkasa. Itu berarti, apa yang dilakukan pusaran di lautan sama dengan apa yang lubang hitam lakukan pada cahaya. Pusaran air raksasa, yang diameternya bisa mencapai 90 mil atau 145 kilometer, dikelilingi air dengan pola melingkar. Apapun yang terjebak di dalamnya tak mungkin lolos.
          Keberadaan pusaran air dilaporkan meningkat di Southern Ocean menyusul peningkatan aliran air hangat dan asin ke utara. Para ilmuwan meyakini, pusaran laut seperti itu bisa memoderasi dampak negatif dari es laut mencair dalam iklim global yang makin panas. Namun hingga kini para ilmuwan belum bisa  menghitung dampaknya karena batas-batas pasti dari badan air yang berputar-putar itu tetap jadi misteri.

Temuan Mengejutkan

          George Halle, pengajar Nonlinear Dynamics di ETH Zurich dan Francisco Beron-Vera, profesor riset dari oseanografi dari  University of Miami yakin, mereka telah memecahkan teka-teki itu. Menggunakan model matematika, mereka mengisolasi pusaran pengangkut air secara urut lewat pengamatan satelit. Mereka melakukannya dengan mendeteksi tepi pusaran, yang menurut temuan para ilmuwan, adalah indikator pusaran air di dalamnya. Yang mengejutkan, pusaran air tersebut secara matematis setara dengan lubang hitam!
          Pada jarak kritis, sinar tidak lagi membentuk spiral ke dalam lubang hitam. Sebaliknya, secara dramatis menikung dan kembali ke posisi semula, membentuk orbit lingkaran.

          Sementara, permukaan penghalang yang dibentuk oleh orbit cahaya tertutup disebut 'lingkup foton' dalam teori relativitas Albert Einstein. Para peneliti menemukan hambatan tertutup serupa di seluruh pusaran laut yang diteliti. Dalam hambatan ini, partikel fluida bergerak dalam loop tertutup - mirip dengan gerakan sinar dalam lingkup foton. Dan seperti dalam sebuah lubang hitam, tidak ada yang dapat melarikan diri dari dalam loop (putaran) ini, bahkan air sekalipun.
          Para peneliti juga mengidentifikasi 7 Agulhas Ring dari jenis lubang hitam, yang mengangkut air dalam bentuk yang sama tanpa bocor selama hampir satu tahun. Agulhas Ring adalah sejumlah besar air hangat dan asin asal Samudera Hindia yang masuk Samudra Atlantik langsung ke selatan Tanjung Harapan dalam bentuk pusaran anticyclonic -- ini adalah wilayah kunci untuk memahami bagaimana laut mempengaruhi iklim global dalam dua hal. Pertama, karena mengangkut air hangat dari Samudera Hindia menuju Atlantik. Kedua, karena memainkan peran aktif dalam siklus karbon dengan menyerap karbon dioksida.
"Matematikawan telah mencoba untuk memahami vortisitas koheren dalam arus turbulen seperti ini dalam waktu yang sangat lama," jelas Haller seperti dimuat Daily Mail, 23 September 2013.
Hasilnya diharapkan dapat membantu menguak sejumlah misteri kelautan, mulai soal iklim sampai pola pencemaran lingkungan. (Ein/Yus)

sumber : http://news.liputan6.com/read/701403/ditemukan-pusaran-air-setara-black-hole-di-samudera-atlantik 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Misi Kepler NASA: Tiga Planet Berukuran Super-Bumi Ditemukan Dalam Zona Layak Huni


Misi Kepler NASA telah menemukan dua sistem planet yang menjadi tempat bagi tiga planet berukuran super-Bumi dalam “zona layak huni”, zona di mana kisaran jaraknya dari bintang memungkinkan planet yang mengorbit berpeluang menyimpan zat cair.
Sistem Kepler-62 terdiri dari lima planet, yakni 62b, 62c, 62d, 62e dan 62f. Sedangkan sistem Kepler-69 hanya terdiri dari dua planet: 69b dan 69c. Tiga di antaranya, kepler-62e, 62f dan 69c, merupakan planet berukuran super-Bumi.
Dua planet super-Bumi ditemukan di seputar bintang yang lebih kecil dan lebih dingin dari matahari. Kepler-62f hanya berukuran 40 persen lebih besar dari Bumi, menjadikannya sebagai planet ekstrasurya yang ukurannya paling dekat dengan planet kita dalam zona layak huni bintang lain. Kepler-62f cenderung memiliki komposisi yang berbatu. Kepler-62e, yang mengorbit di tepi bagian dalam zona layak huni, berukuran sekitar 60 persen lebih besar dari Bumi.
 

Ukuran relatif semua planet zona layak huni yang baru ditemukan dengan didampingkan dengan Bumi. Dari kiri ke kanan: Kepler-22b, Kepler-69c, Kepler-62e, Kepler-62f dan Bumi (kecuali Bumi, gambar ini didasarkan ilustrasi artistik). (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Planet ketiga, Kepler-69c, berukuran 70 persen lebih besar dari Bumi, mengorbit dalam zona layak huni di seputar bintang yang mirip dengan matahari kita. Para astronom tidak terlalu yakin mengenai komposisi Kepler-69c, namun dari orbitnya yang memakan waktu 242 hari, planet itu serupa dengan planet tetangga kita, Venus.
Para ilmuwan belum mengetahui apakah ada kehidupan di planet-planet yang baru ditemukan itu, namun temuan mereka ini memberi sinyal bahwa kita sudah selangkah lebih dekat dalam menemukan dunia yang mirip dengan Bumi di seputar bintang seperti matahari kita.
“Pesawat ruang angkasa Kepler sudah pasti berubah menjadi bintang rock-nya dunia sains,” ujar John Grunsfeld, administrator Science Mission Directorate di Markas NASA di Washington, “Penemuan planet-planet berbatu di zona layak huni itu membawa kita sedikit lebih dekat untuk menemukan tempat seperti rumah. Ini hanya masalah waktu sebelum kita mengetahui apakah galaksi adalah rumah bagi banyak planet seperti Bumi, ataukah kita memang langka.”


Diagram yang membandingkan planet-planet dalam tata surya kita dengan dua planet dalam sistem Kepler-69 yang berjarak sekitar 2.700 tahun cahaya dari Bumi. (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Diagram yang membandingkan planet-planet dalam tata surya kita dengan kelima planet dalam sistem Kepler-62 yang berjarak sekitar 1.200 tahun cahaya dari Bumi. (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Teleskop ruang angkasa Kepler, yang secara simultan dan terus menerus mengukur kecerahan pada lebih dari 150.000 bintang, adalah misi dari NASA yang pertama kali mampu mendeteksi planet-planet seukuran Bumi di seputar bintang mirip matahari kita. Mengorbiti bintangnya setiap 122 hari, Kepler-62e menjadi planet zona layak huni pertama yang teridentifikasi. Kepler-62f, yang memiliki periode orbit selama 267 hari, selanjutnya ditemukan oleh Eric Agol, profesor astronomi di University of Washington, salah satu bagian yang terlibat dalam studi ini.
Ukuran planet Kepler-62f kini sudah berhasil ditemukan, namun massa dan komposisinya belum diketahui. Meski demikian, berdasarkan studi-studi sebelumnya yang menyoroti eksoplanet berukuran serupa, para ilmuwan dapat memperkirakan massanya dengan metode asosiasi.
“Deteksi dan konfirmasi planet sangat membutuhkan upaya kolaboratif bakat dan sumber daya, serta menuntut keahlian dari seluruh komunitas ilmiah untuk bisa mewujudkan hasil-hasil yang luar biasa ini,” tutur William Borucki, kepala peneliti Kepler di Ames Research Center NASA di Moffett Field, California, dan memimpin penulisan makalah untuk studi sistem Kepler-62, “Kepler telah membawa kebangkitan dalam penemuan astronomi dan kami membuat kemajuan yang sangat baik menuju ke arah penentuan apakah planet yang mirip planet kita ini adalah pengecualian ataukah mengikuti aturan.”
 



Gambar Kepler-69c berdasarkan ilustrasi artistik, sebuah planet berukuran super-Bumi dalam zona layak huni di sebuah bintang yang mirip matahari kita. (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Dua dunia zona layak huni di seputar Kepler-62 memiliki tiga planet pendamping lain yang berjarak lebih dekat dengan bintangnya; dua di antaranya berukuran lebih besar dari Bumi, sedangkan yang satunya seukuran Mars. Kepler-62b, Kepler-62c dan Kepler-62D, yang masing-masing mengorbit setiap lima, 12, dan 18 hari, membuat mereka menjadi sangat panas dan tidak ramah bagi kehidupan seperti yang kita kenal.
Lima planet dalam sistem Kepler-62 mengorbiti sebuah bintang yang diklasifikasikan sebagai kurcaci K2, berukuran hanya dua pertiga dari matahari dengan kecerahan yang hanya seperlima dari matahari. Di usia tujuh miliar tahun, bintang ini sedikit lebih tua dari matahari, berjarak sekitar 1.200 tahun cahaya dari Bumi dalam konstelasi Lyra.


 
Gambar Kepler-62e berdasarkan ilustrasi artistik, sebuah planet berukuran super-Bumi dalam zona layak huni di seputar bintang yang berukuran lebih kecil dan lebih dingin dari matahari kita, berlokasi sekitar 1.200 tahun cahaya dari Bumi. (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Pendamping untuk planet Kepler-69c, yang dikenal sebagai Kepler-69b, berukuran dua kali dari ukuran Bumi dan melintasi orbitnya setiap 13 hari. Bintang yang menjadi induk bagi planet-planet dalam sistem Kepler-69 dimasukkan ke dalam kelas yang sama dengan matahari kita, yaitu tipe-G. Berukuran 93 persen dari ukuran matahari dengan kecerahan sebesar 80 persen dari matahari, terletak sekitar 2.700 tahun cahaya dari Bumi dalam konstelasi Cygnus.
“Kita hanya mengetahui satu bintang yang menjadi induk bagi sebuah planet berisi kehidupan, yaitu matahari. Menemukan sebuah planet dalam zona layak huni di seputar bintang seperti matahari kita merupakan tonggak penting dalam menemukan planet yang benar-benar mirip Bumi,” ujar Thomas Barclay, ilmuwan Kepler di Bay Area Environmental Research Institute di Sonoma, California, serta mengisi posisi sebagai penulis utama dalam penemuan sistem Kepler-69 yang dipublikasikan dalam Jurnal Astrophysical.
 

Gambar Kepler-62f berdasarkan ilustrasi artistik, sebuah planet berukuran super-Bumi dalam zona layak huni di seputar bintang induknya. (Kredit: Ames/JPL-Caltech NASA)
Ketika sebuah calon planet transit, atau melintas di depan bintang dari sudut pandang pesawat ruang angkasa, persentase cahaya dari bintang tersebut akan terhalang. Hasilnya adalah lengkung kecerahan cahaya bintang yang mengungkap ukuran planet transit, relatif terhadap bintangnya. Melalui metode transit ini, Kepler sudah berhasil mendeteksi 2.740 calon planet. Dengan mengerahkan berbagai teknik analisis, teleskop berbasis darat serta aset-aset ruang angkasa lainnya, 122 planet telah berhasil dikonfirmasi.
Di awal misi, teleskop Kepler menemukan planet-planet gas raksasa dalam orbit yang sangat dekat dengan bintang induknya. Dikenal sebagai “Jupiter-jupiter panas”, planet-planet tersebut lebih mudah dideteksi karena ukuran dan periode orbitnya yang sangat singkat. Bumi memakan waktu tiga tahun untuk menuntaskan tiga kali transit yang dibutuhkan agar bisa diakui sebagai calon planet. Dengan berlanjutnya pengamatan oleh Kepler, sinyal-sinyal transit dari planet zona layak huni seukuran Bumi yang mengorbiti bintang mirip matahari akan mulai muncul.
Untuk informasi lebih lanjut tentang misi Kepler, kunjungi: http://www.nasa.gov/kepler
Kredit: NASA
Jurnal: William J. Borucki, Eric Agol, Francois Fressin, Lisa Kaltenegger, Jason Rowe, Howard Isaacson, Debra Fischer, Natalie Batalha, Jack J. Lissauer, Geoffrey W. Marcy, Daniel Fabrycky, Jean-Michel Désert, Stephen T. Bryson, Thomas Barclay, Fabienne Bastien, Alan Boss, Erik Brugamyer, Lars A. Buchhave, Chris Burke, Douglas A. Caldwell, Josh Carter, David Charbonneau, Justin R. Crepp, Jørgen Christensen-Dalsgaard, Jessie L. Christiansen, David Ciardi, William D. Cochran, Edna DeVore, Laurance Doyle, Andrea K. Dupree, Michael Endl, Mark E. Everett, Eric B. Ford, Jonathan Fortney, Thomas N. Gautier III, John C. Geary, Alan Gould, Michael Haas, Christopher Henze, Andrew W. Howard, Steve B. Howell, Daniel Huber, Jon M. Jenkins, Hans Kjeldsen, Rea Kolbl, Jeffery Kolodziejczak, David W. Latham, Brian L. Lee, Eric Lopez, Fergal Mullally, Jerome A. Orosz, Andrej Prsa, Elisa V. Quintana, Dimitar Sasselov, Shawn Seader, Avi Shporer, Jason H. Steffen, Martin Still, Peter Tenenbaum, Susan E. Thompson, Guillermo Torres, Joseph D. Twicken, William F. Welsh, Joshua N. Winn. Kepler-62: A Five-Planet System with Planets of 1.4 and 1.6 Earth Radii in the Habitable Zone. Science, 2013; DOI: 10.1126/science.1234702

 

 





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS