Dalam mitologi Yahudi – Kristen – Islam terdapat sebuah peristiwa besar dimana Musa membelah Laut Merah dengan sebatang tongkat lalu mengajak pengikutnya menyeberangi lautan yang terbelah. Peristiwa ini, bila memang terjadi, merupakan titik balik penting dalam sejarah yang membawa pada kemunculan tiga agama ini sebagai agama paling dominan di masa kini. Lupakan kemungkinan membelah laut dengan tongkat, karena sudah jelas ini mustahil. Sekarang yang jadi pertanyaan, apakah mungkin Laut Merah terbelah di masa lalu sehingga Bani Israil dapat menyeberang? Perlu di ingat, kalau sesuatu itu mungkin, belum tentu ia benar terjadi. Ambil contoh pernyataan “Ada burung terbang di atas kepala saya tadi siang jam 14.” Pernyataan ini mungkin. Tidak mustahil kalau burung bisa lewat di atas kepala saya. Tapi faktanya ia tidak terjadi, saya semata berbohong karena tadi siang jam 14 tidak ada burung yang lewat di atas kepala saya. Hal ini terdengar sederhana, tapi saat tiba pada masalah religius, sebagian orang melewati pertimbangan ini. Bagi mereka bila itu mungkin, ia benar-benar terjadi. Ini bukanlah hal yang ilmiah tentunya.
Sekarang
kita kembali ke masalah terbelahnya Laut Merah tadi. Mungkinkah sebuah lautan
demikian besar bisa terbelah secara alami?
Skema fenomena terbelahnya laut
sebelum gempa Kanto, Jepang
Fenomena terbelahnya laut di Golcuk,
Turki
Pertama-tama,
mari kita lihat ke catatan sejarah. Mari kita lihat ke mitologi
dahulu. Kisah pembelahan Laut Merah oleh Musa ternyata memiliki kemiripan
dengan kisah yang lebih tua lagi, yaitu kisah pembelahan jasad Tiamat oleh
Marduk, penaklukkan Yam oleh Baal dan penghancuran kepala monster laut Rahab
dan Leviathan. Tiga kisah ini mengawali berdirinya dunia material dalam
mitologi Timur Tengah (Mesopotamia dan Kanaan). Kisah pembelahan Laut oleh Musa
dan kisah pembelahan Sungai Yordan oleh Joshua juga mengawali berdirinya negara
Israel. Jika tiga kisah sebelumnya sudah jelas merupakan mitos, apakah kisah
pembelahan laut dan sungai ini juga bisa dikatakan mitos?
Sebuah
kemiripan mitologi belum cukup memang. Bisa saja kisahnya benar terjadi.
Kita perlu penjelasan ilmiah. Sayangnya penjelasan ini sulit dilakukan karena
naskah kuno yang menggambarkan kejadian pembelahan laut oleh Musa tampak
kontradiktif. Ada dua versi pembelahan laut. Pertama, versi yang mengatakan
Tuhan memundurkan arah air kembali ke belakang dalam satu malam dengan angin
yang kuat, sehingga sebuah jalan di dasar laut terbuka dan bisa dilewati [1]
lalu melemparkan pasukan Mesir ke laut.[2] Di versi kedua yang lebih baru, Tuhan
menyuruh Musa merentangkan tangannya di depan Laut Merah sehingga air segera
terbelah dan membentuk dinding di tiap sisi Bani Israil.[3]
Musa kemudian kembali merentangkan tangannya saat Bani Israil telah aman, dan
Laut Merah kembali menutup menelan pasukan Mesir yang mengejar.[4]
Versi ketiga bisa ditambahkan dari Islam, dimana Musa tidak merentangkan
tangan, tapi memukulkan tongkatnya. Jadi mana yang benar? Sebuah
penjelasan ilmiah seharusnya membedakan antara tiga versi ini dan melihat mana
yang paling mungkin terjadi. Tentu saja, dari ketiga versi ini, semua setuju
kalau Laut Merah terbelah. Pikiran rasional yang ilmiah tentu saja memilih
angin yang kuat ketimbang gerakan tangan atau pukulan tongkat.
Menariknya,
sebuah fenomena yang mirip pernah dilaporkan dalam penelitian Ikeya et al
(2002) di Teluk Izmit. Saat tim peneliti fenomena pra gempa bumi ini mengumpulkan
data kejadian sebelum gempa Izmit tahun 1999, mereka mendapatkan kesaksian
dari seorang nelayan kalau laut terbelah sebelum gempa terjadi. Lokasi
pembelahan ini adalah di tempat celah Anatolian Utara yang melebar. Hasil
penelitian tim peneliti Jepang ini menyimpulkan kalau kejadian ini disebabkan
oleh aliran keluar yang besar saat celah lempengan membuka. Hilangnya air oleh
dilatansi pra gempa dibuktikan oleh adanya fisura dan breccia di zona retakan
selain aliran horizontal masuk dari kedua sisi zona. Aliran masuk diblok dalam
sebuah saluran dangkal dan sempit di Tanjung Goelcuek. Tim Ikeya bahkan
berhasil merekonstruksi kejadian ini di laboratorium hidrodinamika. Lebih jauh,
mereka menduga kalau hal ini pula yang menjelaskan peristiwa terputusnya teluk
dan terhalangnya aliran masuk dari Laut Terbuka oleh gundukan Pasir bawah laut
dalam peristiwa Gempa besar Kanto, tahun 1923.
Dari
kasus yang mirip ini, bisa jadi pula kalau kasus Musa juga merupakan kasus
alamiah sebelum atau saat gempa bumi terjadi di Laut Tengah. Tapi kedua kasus
modern ini berskala kecil. Daerah yang terbelah di Turki maupun di Jepang
adalah teluk dan selat, bukannya Laut seperti dalam kisah Musa.
Penjelasan
lain datang dari Naum Volzinger. Volzinger mengatakan kalau ada angin kuat
berkecepatan 30 meter per detik di atas terumbu karang, maka tiupannya akan
mampu membuat kompleks terumbu karang ini kering. Dan Laut Merah memang daerah
yang kaya dengan terumbu karang. Di zamannya Musa, terumbu karang lebih banyak
lagi dan lebih dangkal daripada sekarang. Lebih lanjut lagi, Volzinger
mengatakan kalau perlu waktu empat jam bagi Bani Israil untuk menyeberang
sebelum laut kembali menutup.
Tentu
teori ini menarik bila saja memang teks kuno mengatakan kalau para pengungsi
Bani Israil berjalan di atas terumbu karang aneka warna. Hal ini tentu lebih
dramatis dan mencolok daripada semata berjalan di atas gundukan pasir dasar
laut atau batuan kering hitam membosankan.
Volzinger
adalah seorang oseanografer yang cukup paham mengenai perilaku air laut.
Kesimpulan ini diperolehnya setelah meneliti kondisi terumbu karang yang ada di
bagian utara Teluk Suez, dimana sebagian sejarawan percaya kalau inilah lokasi
dimana Musa membelah Laut Merah.
Tentu
saja, hal ini akan membuat keadaan menjadi lebih mungkin. Daerah sebelah utara
Teluk Suez adalah teluk yang lebih sempit lagi. Jadi, walaupun narasinya
membelah Laut Merah, tapi sebenarnya yang terbelah adalah teluk kecil. Dan ini
juga membawa teori pertama dari para ahli gempa Jepang bisa menjadi pendukung.
Sayang
memang, dari dua teori yang diajukan di atas, tidak ada cerita gempa ataupun
cerita tentang terumbu karang eksotis di naskah kuno. Walau tidak ada
ceritanya di taurat, injil ataupun Quran, ada catatan sejarah mengenai
peristiwa tektonis di daerah ini. Sebuah gempa bisa saja terjadi saat terjadi
letusan gunung berapi yang berada di sepanjang celah Aegean, asal gempa ini
dapat menyebar hingga ke Mesir. Gempa menyebabkan air laut tertarik sementara
lalu kembali tertutup oleh tsunami
setinggi 30 meter. Hipotesis letusan gunung berapi ini didukung cerita
injil kalau terjadi badai
debu yang menghalangi tentara Mesir yang mengejar Musa saat masih berada di
daratan.
Teori
letusan gunung terlihat cukup masuk akal. Sayangnya, proses tertariknya air
laut sebelum terjadi tsunami dapat membuka dasar laut bila ia berada di pantai.
Dengan kata lain, jalan yang terbuka bukanlah sebuah jalan yang diapit dua
dinding air, tapi satu dinding air di arah laut dan pantai di arah daratan.
Anda mungkin bisa melihat bagaimana orang di pantai segera berlari begitu
melihat batas air laut di pantai mendadak tertarik jauh ke arah laut sebelum
tsunami raksasa menerjang beberapa saat kemudian.
Jadi
kita tidak punya teori yang cukup ilmiah untuk menjelaskan pembelahan Laut
Merah, jika memang ia pernah terbelah. Mungkin sumber independen harus
digunakan untuk memeriksa apakah memang Laut Merah pernah terbelah, lebih dari
sekedar apa yang ditulis di Taurat, Injil dan Quran. Mengesankannya, tidak ada
naskah historis demikian selain di kitab-kitab tersebut. Sumber independen yang
paling kredibel untuk memeriksa silang klaim ini seharusnya adalah hieroglif
Mesir karena Mesir adalah lokasi kejadiannya. Ternyata tidak ada kecuali satu
stelae di Museum Kairo dari zaman Firaun Meremptah, penerus Firaun Ramses.
Tidak
ada bukti kalau Musa ada, tapi ada bukti kalau ada ajaran monoteisme yang
muncul berkembang di masa Ramses II. Ajaran monoteisme ini menyembah Matahari
yang dipersonifikasikan sebagai Aten. Ajaran Aten diciptakan 50 tahun sebelum
klaim kejadian pembelahan laut Merah oleh Musa, yaitu sekitar 1350 SM. Pendiri
ajaran ini adalah Akhnaten yang kemudian menjadi ajaran yang tersembunyi dan
disebarkan secara rahasia pada masa pemerintahan Ramses II. Ramses sendiri
punya 100 putra.[5] Ada hieroglif dari salah satu putranya,
Amerhed Kappusheff, yang menjadi firaun setelah sang Ramses menyatakan dirinya
sebagai Tuhan. Dengan kata lain, Ramses bukan Tuhan merangkap Firaun, ia Tuhan
saja, anaknya yang menjadi Firaun. Tengkorak sang anak ini memiliki tanda
retakan bekas jatuh.
Mungkin
Musa adalah salah satu anak Ramses yang memberontak. Musa menyembah Aten
dan karenanya harus melarikan diri dari ibu kota agar selamat bersama dengan
pengikutnya yang berjumlah sekitar beberapa ratus orang dan bersenjata lengkap.
Lebih masuk akal kalau mereka menerobos masuk ke rawa-rawa di daerah pesisir
Laut Merah dan dikejar oleh Amerhed. Terjadi peperangan di daerah ini dimana
Amerheed jatuh dari keretanya tepat di kepala dan meninggal.
Jadi,
saat kita mencoba melihat pada fakta sejarah Mesir, yang ada adalah tokoh Musa
sebagai seorang penyembah Dewa Matahari, yang mungkin kemudian bermutasi
menjadi Tuhan Alam Semesta yang disembah Yahudi, Kristen dan Islam. Petunjuk
bahwa Musa menyembah Dewa Matahari juga terlihat dari beberapa kali mukjizat
Musa menampilkan api sebagai unsur utama di kitab Yahudi-Kristen-Islam.
Simulasi di laboratorium Jepang
Lebih
jauh lagi, tidak ada bukti kalau peristiwa eksodus pernah terjadi. Tidak ada
bukti arkeologis kalau pernah ada peristiwa hijrah ratusan ribu orang di Gurun
Sinai pada masa lalu Mesir. Secara logistik saja hal ini sudah mustahil,
apalagi ternyata tulisan tertua Perjanjian Lama dibuat paling lama pada abad
ke-7 SM sementara peristiwa pelarian Bani Israil diperkirakan terjadi lima
ratus hingga enam ratus tahun sebelumnya. Kisah Musa tak lain adalah
pembesar-besaran peristiwa kaburnya salah seorang penganut monoteisme dari
keluarga kerajaan bersama para pengawalnya yang kemudian berhasil membunuh sang
raja di sebuah rawa-rawa. Sekedar fakta, lebar rata-rata Laut Merah
adalah 280 km, dan bagian paling kecilnya adalah 26-29 km, itupun di daerah selat
Bab el Mandeb di Yaman. Kedalamannya rata-rata 490 meter dengan daerah terdalam
mencapai 2500 meter.
Kisah
ini mungkin tercampur dengan kisah pengalaman Yahudi selama dalam penangkapan
oleh Babilonia, lalu diceritakan secara turun temurun secara lisan selama
ratusan tahun.
Addendum,
22 september 2010. Carl Drews dan Weiqing Han mengajukan sebuah model fisika
yang mampu menunjukkan peristiwa tersebut di PLoS ONE. Dalam perhitungan
mereka, angin berkecepatan 28 m/s detik dapat mengungkap sebuah cekungan di
muara sungai Nil membentuk jembatan kering sepanjang 3-4 km dan lebar 5 meter
selama 4 jam. Model ini memakai angin yang memiliki kecepatan konstan selama 12
jam. Masalah dalam laporan penelitian ini adalah lokasi peristiwa tersebut
tidak berada di Laut sama sekali, kecuali jika anda mengira kalau daratan yang
terpisah oleh badan air selebar 4 km adalah laut. Kaum religius sayangnya tidak
dapat memakai hal ini sebagai pendukung karena di Kitab Suci jelas tertulis
Laut. Ambil contoh di Quran, kata Laut (Bahri) yang digunakan, bukannya
Sungai (anhar). Di Injil juga dipakai kata Laut, tidak peduli ia Laut
Merah (Red Sea) atau Laut Buluh (Reed Sea)
Simulasi Angin yang dibuat Carl
Drews dan Weiqing Han.
Referensi
- Fields, H. 2003. Digging out the truth of Exodus.
- Forbes, A. 2009. Santorini. Cochise College
- Ikeya M, Satoh H, Ulusoy U, dan Kimura R. 2002. Split sea and walls of water: Moses’ phenomenon at the Izmit earthquake, Turkey. Proc Jpn Acad Ser B. Vol.78b;No.2;Page.24-29(2002)
- Stolyarova, G. 2002. City Scientists Say Red-Sea Miracle Can Be Explained.
- Voltzinger, N. E. dan Androsov, A.A. 2002. Modeling the Hydrodynamic Situation of the Exodus. Russian Academy of Sciences.
- Wildish, B.M. 2002. Parting Seas, Magic Stars, and Miracles: Can Science Explain Events in the Bible? Skeptic, Vol. 9, Number 4, 2002
- Drews C, Han W (2010) Dynamics of Wind Setdown at Suez and the Eastern Nile Delta. PLoS ONE 5(8): e12481.
[1]
Genesis 1 ayat 21b-22a
[2]
Genesis 1 ayat 27b
[3]
Genesis 1 ayat 21a, 21c, 22b
[4]
Genesis 1 ayat 23, 26, 27a, 28, 29
[5]
Kuburan KV-5
sumber : http://www.faktailmiah.com/2010/08/27/laut-yang-terbelah.html









0 komentar:
Posting Komentar