Para peneliti di pusat riset
partikel CERN di Jenewa sejak penemuan
jejak partikel "seperti Higgs"
itu, meningkatkan kiprahnya instalasi pemercepat partikel "Large Hadron
Collider-LHC", yang berupa cincin raksasa berdiameter 27 kilometer. Mereka
melakukan sekitar dua juta kali ujicoba tumbukan inti atom Hidrogen dengan
kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Pemercepat partikel LHC dengan detektor
ATLAS di CERN Jenewa.
Dari ujicoba di LHC dengan
pendeteksi Atlas dan CMS terhimpun data dalam jumlah amat besar. Analisa data
tergolong amat sulit. Pasalnya, para peneliti tidak dapat mengamati langsung
keberadaan partikel itu. Partikel Higgs hanya eksis dalam bilangan waktu
sepersemilyar detik, dan langsung luruh menjadi partikel lain.
Dengan data dari dua detektor yang
digunakan, para peneliti berusaha menangkap sebanyak mungkin jejak peluruhan
partikel Higgs ini. Dimulailah pekerjaan mirip pakar arkeologi. Dalam artian,
ibaratnya dari ribuan pecahan tembikar yang bentuknya tidak beraturan,
diusahakan rekonstruksi sebuah jambangan dari zaman purba.
Sinyal
Tegas
Ketika ditemukan awal Juli 2012,
partikel itu masih disebut "seperti Higgs". "Ibaratnya kami
sudah berhasil mengail ikannya, tapi untuk menentukan jenis ikannya, kami harus
mengangkat kail dari air", ujar Günter Quast profesor fisika dari Institut
Teknologi Karlsruhe di Jerman.
Untuk menegaskan temuannya, para
peneliti di CERN mengintensifkan penelitian dan berhasil menjaring data tiga
kali lipat lebih banyak dibanding setahun lalu. "Kami kini punya sinyal
lebih tegas, bahwa semua pengukuran mengukuhkan eksistensi partikel
Higgs", ujar Karl Jakobs, profesor untuk fisika partikel eksperimental di
Universitas Freiburg Jerman.
Lebih tegas lagi direktur jenderal
CERN di Jenewa, Rolf-Dieter Heuer mengatakan, kata "seperti", kini
bisa kita hapus dan secara final mengatakan itu adalah partikel Higgs. Dengan
begitu, kemungkinan besar Peter Higgs pakar fisika asal Skotlandia yang
meramalkan keberadaan partikel itu, akan menyabet penghargaan Nobel fisika
tahun ini.
Massa Alam
Semesta
Pakar
fisika (kiri ke kanan) Francois Englert, Rolf Heuer dan Peter Higgs penemu
teori mekanisme Higgs.
Bukti
keberadaan partikel Higgs ini amat penting bagi para pakar fisika dan
astrofisika. Karena dengan teori Mekanisme Higgs, akan dapat dijelaskan
bagaimana materi memperoleh massa atau bobotnya. Partikel Higgs juga merupakan
penjelasan kunci, bagi medan energi yang meliputi alam semesta ini.
Peter
Higgs bersama pakar fisika Francois Englert dan Robert Brout pada tahun 1964
menyusun teori mekanisme Higgs itu. Disebutkan, seluruh partikel materi di alam
semesta bergerak melintasi medan energi tersebut.
Untuk
mudahnya, diibaratkan kita mengaduk semangkok madu menggunakan sendok, dan
merasakan adanya daya hambatan. Lewat hambatan, dalam teori mekanisme Higgs
adalah medan energi, partikel memperoleh massa atau bobotnya.
Juga dari
temuan itu para pakar fisika dapat menarik kesimpulan masa depan alam semesta.
Berdasarkan model standar fisika partikel, temuan partikel Higgs yang massanya
125 giga elektron volt (GeV), memberikan indikasi bahwa kondisi vakum tidak
stabil dan itu artinya alam semesta juga tidak stabil.
Fase metastabil
alam semesta diramalkan bertahan antara 10 milyar hingga nyaris satu trilyun
tahun. Setelah melewati masa metastabil, alam semesta dapat berubah ke kondisi
lain, membentuk alam semesta alternatif atau terus mengembang dan hancur
tercabik.









0 komentar:
Posting Komentar